Betapa indahnya Danau Galilea. Ikan-ikan yang berenang di dalamnya menjadi bukti adanya tanda kehidupan. Tetumbuhan di sekitar yang bergoyang melambai terkena sapuan angin pula menjadi saksi indahnya panorama yang seringkali dikunjungi banyaknya wisatawan. Danau air tawar ini menawarkan berjuta kesejukan bagi setiap mata yang memandang. Itulah keindahan Danau Galilela.
Akan tetapi, lain halnya dengan Laut Mati. Kadar garam yang begitu tinggi dan bau air yang tidak sedap mengakibatkan tidak adanya kehidupan di tempat ini..
Tahukah kita? Padahal, Danau Galilea dan Laut Mati mendapatkan air dari sumber yang sama, yakni Sungai Yordan. Tetapi mengapa keadaan diantara kedua tempat tersebut amat jauh berbeda? Jawabnya: Karena Danau Galilea setelah menerima air dari Sungai Yordan lantas ia menyebarkan airnya ke semesta sekitar. Berbeda halnya dengan Laut Mati yang tidak menyebarkan.
Menghikmahi hal ini, kita kembali teringat denganr syair Imam Asy Syafií, “Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan.” (Diwan Asy-Syafi’í)
Lantas, bila ‘air’ tersebut kita ibaratkan sebagai ‘kebaikan’, lalu dimanakah posisi kita sekarang? Adakah pribadi kita seindah Danau Galilea yang menebarkan air kebaikan? Dalam relung hati, mari sejenak kita tanyakan.
Ada Dua Jalan, Kita Pilih yang Mana?
Dalam kehidupan ini, seringkali kita dihadapkan pada dua macam pilihan. Pun, tatkala membaca al Qur’an, tak jarang kita dapati Allah menawarkan dua pilihan, semisal pada firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al Balad: 10). Mengenai ayat ini, Syaikh As-Sa’di menuturkan, “Maksudnya (dua jalan) tersebut ialah jalan kebaikan dan jalan keburukan.” (Taisirul Karimir Rahman).
Jalan kebaikan adalah jalan yang ditempuh oleh para penebar kebaikan. Amat beruntunglah orang yang meniti jalan ini. Hal ini sebagaiamana yang ditegaskan Nabi shalallahu álaihi wasallam, “Sesungguhnya ada diantara manusia yang menjadi kunci kebaikan dan gembok penutup keburukan. Pun, ada pula sebagian manusia yang menjadi kunci keburukan dan gembok penutup kebaikan. Sungguh beruntunglah bagi orang-orang yang Allah letakkan kunci-kunci kebaikan di tangannya dan kecelakaan bagi orang-orang yang Allah letakkan kunci keburukan di tangannya.”(HR Ibnu Majah, dihasankan Syaikh Al Albani).
Maka, Jadilah Penebar Kebaikan…
Maka, Jadilah penebar kebaikan… Karena ada banyak keutamaan bagi orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang yang baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tiada pula kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal didalamnya.” (QS. Yunus: 26)
Maka, Jadilah penebar kebaikan… Karena bisa jadi terhindarnya kita dari keburukan dan termudahkannya kita merasakan kenikmatan selama ini adalah buah dari kebaikan yang telah kita tanam. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perbuatan baik itu dapat menghindarkan seseorang dari keburukan.” (HR. Thabrani, dinyatakan hasan li ghairihi oleh Syaikh Al Albani)
Maka, Jadilah penebar kebaikan… Karena telah banyak firmanNya yang menujukkan keutamaan bagi orang yang berbuat kebaikan (yang artinya):
-
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al Baqarah: 195).
-
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128).
-
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepadaorang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al A’raf: 56).
Maka, Jadilah penebar kebaikan… Karena orang yang berbuat baik adalah orang yang bermanfaat. Sedang, orang-orang yang paling bermanfaat akan dinobatkan sebagai insan yang terbaik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al Albani).
Maka, Jadilah penebar kebaikan… Karena banyak orang akan senantiasa diingat bukan karena gelar kehormatan, kekayaan ataupun jabatan berpangkat, akan tetapi mereka diingat karena banyak kebaikan yang telah diperbuat.
Kebaikan, Sekecil Apapun Jangan Diremehkan
Allah Ta’ala berfirman, (yang artinya) “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya ia akan melihat balasannya.” (QS. Az Zalzalah: 7-8). Dalam kitab tafsirnya, Syaikh As-sa’di menjelaskan, “Bahwa ayat ini memotivasi untuk beramal baik walaupun sedikit. Pula, berisi ancaman bagi yang beramal keburukan meskipun sedikit.” (Taisirul Karimir Rahman).
Rasulullah shallallahu álaihi wasallam menyatakan hal yang senada demikian. Suatu hari, kepada Jubair bin Sulaim radhiyallahu ‘anhu, beliau berpesan, “Janganlah meremehkan kebaikan sedikitpun walau hanya sekedar berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum berseri kepadanya. Sesungguhnya amalan itu adalah termasuk kebaikan.” (HR. Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Al Hafizh Ibnu Hajar). Tatkala membahas hadits ini, Syaikh Ustaimin rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan agar tidak meremehkan kebaikan sekecil apapun. Setiap kebaikan dapat dituangkan dalam bentuk perkataan ataupun perbuatan. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Syarh Riyadhus Shalihin).
Saat Anda Panen Balasan Kebaikan
Orang-orang yang berbuat kebaikan pada sesama adalah orang yang akan senantiasa ditolong oleh Allah Ta’ala. Mari kita ingat kembali sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam, “Siapa yang menolong saudaranya dalam kebutuhannya, maka Allah pun akan menolongnya dalam memenuhi hajat kebutuhannya.” (HR. Bukhari). Semakna dengan hadits diatas, Nabi shallahu ‘alaihi wasallam juga pernah berpesan, “Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, manakala hamba tersebut menolong suadaranya.” (HR. Muslim). Bahkan kebaikan yang telah kita tanam, akan menjadi hasil panen yang berbuah manis nantinya. Bisa saja berupa doa-doa kebaikan yang tulus dari seseorang yang telah merasakan kebaikan kita. Ibnul Qayyim menuturkan, “Boleh jadi tatkala engkau tertidur lelap, pintu-pintu langit sedang diketuk oleh puluhan doa kebaikan untukmu. Mungkin doa itu berasal dari seorang fakir yang telah engkau tolong, dari seorang kelaparan yang telah engkau beri makan, dari seorang yang bersedih lantas engkau bahagiakan, dari seorang yang berpapasan denganmu lalau kau beri senyuman atau dari seorang yang dibebani kesulitan kemudian kau lapangkan. Janganlah pernah engkau sekali-kali meremehkan kebaikan sekecil apapun. (Miftahud Daris Sa’adah)
Jangan Lupakan, Syarat diterimanya Amal
Tidak setiap amal kebaikan yang kita lakukan, dapat diterima oleh Allah. Namun harus juga terpenuhinya dua syarat diterimanya amal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sesunggunya Sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang shalih dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun“.(QS : Al Kahfi: 110). Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir (pakar tafsir al Qur’an) menuturkan : “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.” Kemudian beliau mengatakan, “Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Shahih Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Musthofa Al Adawiy).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amal ibadahnya”.(QS : Al Mulk: 2). Fudhail bin ‘Iyaad (seorang Tabi’in) mengatakan ketika menafsirkan firman Allah, (yang artinya) “yang lebih baik amal ibadahnya” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar (paling mencocoki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kemudian beliau rahimahullah mengatakan, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan shawab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan shawab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Lihat Ma’alimut Tanziil (Tafsir Al Baghowi) oleh Abu Muhammad Husain bin Mas’ud Al Baghowiy)
Peluang, Jangan Disia-siakan
Mari kita bersegera menjadi penebar kebaikan. Sebab kebaikan itu kini ada di depan mata. Bukankah dalam beberapa ayatNya, Allah memerintahkan kita untuk saling berlomba dan bersegera? Karena… Kebaikan adalah kemungkinan yang tidak hanya harus di-semoga-kan, akan tetapi pula harus di-segera-kan.
Terakhir, ada sebuah ungkapan yang patut untuk kita jadikan sebagai bahan renungan, “Kerugian yang paling menyengsarakan adalah ketika kita tahu ada peluang kebaikan di depan mata, akan tetapi kita tidak dapat menunaikannya barang sedikitpun. Sedangkan, kesengsaraan yang paling merugikan adalah ketika kita tahu surga itu seluas langit dan bumi, akan tetapi kita tidak mendapatkan tempat barang setapak kakipun.”
Semoga kita senantiasa dimudahkan dan disegerakan untuk bisa mengerjakan kebaikan. Semoga kita dapat terus senantiasa menjadi penebar ‘air’ kebaikan dimanapun kita berada, agar -setidaknya- kita dapat melegakan nafas sekitar dengan cara membantu sesama dan juga menjadi pribadi yang bermanfaat seperti halnya Danau Galilea. Aamiin.
Penulis:
Erlan Iskandar S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ust. Afifi Abdul Wadud, BIS